Resesi atau Tidak, Siapkan Diri dengan Keterampilan Memadai

Ancaman resesi global 2023 menghantui berbagai sektor. Meski demikian, ada resesi ataupun tidak, angkatan kerja Indonesia harus siap untuk beradaptasi dengan meningkatkan skill-nya, sehingga terus relevan bersaing di pasar kerja.

Direktur Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata menyampaikan pernyataan itu saat menjadi narasumber Diskusi Hari Pahlawan Tempo Media bertopik ‘Manfaat Bantuan Sosial Selamatkan Indonesia dari Resesi’, Jumat, 11 November 2022. Selain Paulus, narasumber lain yakni Ketua PHRD Jateng Agung Budiono, Ketua APSAI Semarang Dedy Mulyadi, serta Kepala Disnaker Kota Semarang Sutrisno.

Paulus mengajak semua pihak tak hanya terpaku pada ancaman resesi. Dunia terus berubah dan berbagai disrupsi bisa mempengaruhi terjadinya penutupan usaha, pengurangan karyawan,  dan lain-lain. “Ada resesi atau tidak, yang utama kita harus membekali para pekerja dan calon pekerja dengan skill relevan yang membuat mereka menjadi kompetitif di lapangan kerja. Ini tidak hanya di sektor formal, tapi juga di sektor informal, seperti untuk para pelaku wirausaha kecil dan menengah,” kata Paulus.

Menurut Paulus, yang bisa membuat angkatan kerja bisa bertahan dan selalu relevan di tengah ketatnya persaingan adalah skill atau penguasaan keterampilan yang tinggi. Singapura melengkapi penduduknya dengan berbagai pelatihan peningkatan skill. “Pemerintah Singapura terus membekali penduduknya dengan skill baru, setiap tahun sebanyak 20 persen penduduk, karena berbagai riset menunjukkan per lima tahun orang akan berganti pekerjaan,” kata Paulus

Paulus menekankan, dengan sangat rendah hati, Kartu Prakerja tidak bisa menjamin kebekerjaan bagi pesertanya. “Program ini sangat masif, setiap tahun penerimanya mencapai 5 juta orang. Yang jelas, Kartu Prakerja memberikan keterampilan serta mempertemukan peserta dengan penyedia lapangan kerja. Selanjutnya, kembali kepada masing-masing peserta itu,” kata Denni.

Di akhir perbincangan, Paulus mengajak angkatan kerja Indonesia tetap optimistis karena Program Kartu Prakerja membantu meningkatkan keterampilan sehingga terus relevan dengan berbagai dinamika di pasar kerja. Ia menjabarkan, pelatihan di Program Kartu Prakerja juga mengajarkan peserta bagaimana membuat CV, Teknik Wawancara, serta bagaimana membangun reputasi dalam membangun jaringan.

“Siapkan diri mulai sekarang. Dunia terus berubah, banyak hal akan terjadi di dunia ketenagakerjaan. Program ini membantu teman-teman lebih kompetitif dan bisa beradaptasi dengan berbagai disrupsi itu,” kata Paulus.

Agung Budiono menjelaskan, pemerintah memiliki dua skema bantuan untuk mengatasi kesulitan ekonomi masyarakat. Pertama, Bantuan Sosial yang dikeluarkan Kementerian Sosial, dan Bantuan Pemerintah dari anggaran kementerian lain. “Kementerian Ketenagakerjaan punya program Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang merupakan inisiatif Presiden Jokowi, untuk mempertahankan daya beli pekerja akibat kenaikan harga BBM saat itu,” jelasnya.

Ia memaparkan, masyarakat merasakan manfaat bantuan pemerintah bagi pekerja, yang mengalami dampak eknomi akibat kenaikan harga barang pascakenaikan harga bahan bakar.

Adapun Dedy Mulyadi berpendapat, kondisi sulit datang pada saat yang kita tak duga-duga. “Kita tak tahu kapan hadirnya kesulitan ekonomi itu, tapi harus kita hadapi,” ungkapnya. Dalam konteks jaminan sosial, ia menambahkan, masyarakat harus bersiap diri menghadapi kondisi-kondisi sulit ke depan, dengan kultur gotong royong, dan saling bantu sebagai satu bangsa. “Modal itu harus kita gunakan saat menghadapi resesi global, baik berdampak pada negara kita atau tidak,” tegasnya. Di sinilah ia meminta para pekerja bersama-sama berpartisipasi secara aktif dalam program jaminan sosial, untuk mewujudkan kemandirian bersama, terutama bersiap dalam menghadapi kondisi sulit.

Sementara Sutrisno menggarisbawahi pentingnya bansos untuk mempertahankan kesejahteraan masyarakat Indonesia di tengah resesi ekonomi. Ia menekankan, suksesnya program bansos menyelamatkan ekonomi ini bukan hanya pengalaman unik Indonesia, tapi juga pengalaman global. “Hampir seluruh dunia resepnya sama. Pertama, memberi stimulus rumah tangga untuk mempertahankan daya beli, serta menjaga akses pada pendidikan dan kesehatan. Kedua, memberi stimulus pada dunia usaha. Itulah kunci Indonesia dan negara lain sehigga tidak jatuh terlalu dalam akibat pandemi dan resesi,” urainya.

Sutrisno mengingatkan, pekerjaan rumah ke depan adalah memperbaiki jaminan sosial kita. Menurutnya, ruang perbaikan itu masih ada. Baik secara desain data hingga menemukan sistem perlindungan sosial yang adaptif. “Ke depan kita masih menghadapi situasi serupa. Inilah saatnya mendorong bantuan sosial dan jaminan sosial menjadi investasi bagi pembangunan sumber daya manusia,” paparnya.

Tinggalkan komentar